Minggu, 17 April 2011

HUBUNGAN ANALISIS BOLTON ANTERIOR DENGAN JARAK GIGIT GIGI INSISIVUS SENTRALIS

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Ortodonsia adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang mengawasi pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi dan struktur anatomi yang berhubungan dengannya, mencegah dan membetulkan letak gigi-gigi yang tidak teratur, sampai tercapainya fungsi dan oklusi yang normal dan bentuk wajah yang menyenangkan (Mundiyah Mokhtar, 2002).
Perawatan ortodontik tidak semata-mata hanya berurusan dengan merapikan susunan gigi yang tidak rata tapi juga mengembalikan fungsi pengunyahan yang normal. Dengan dilakukannya perawatan orthodontik, pasien diharapkan dapat memiliki susunan gigi yang harmonis sehingga memperbaiki fungsi pengunyahan, cacat muka/asimetri wajah dapat diperbaiki, dan hilangnya rasa sakit yang mungkin terjadi akibat gigitan yang tidak seimbang karena susunan gigi yang tidak rata.
Pada dasarnya perawatan ortodontik adalah usaha pengawasan memberikan bimbingan dan mengadakan koreksi terhadap struktur dentofasial yang sedang tumbuh atau yang sudah dewasa. Dalam usaha ini termasuk menggerakkan gigi atau mengoreksi malrelasi dan malformasi struktur dentokraniofasial, serta mengatur rapi hubungan gigi yang satu baik terhadap gigi yang lain maupun terhadap tulang fasial. Untuk usaha ini dipergunakan kekuatan-kekuatan untuk menstimulasi dan mengarahkan kekuatan-kekuatan yang telah ada dalam kompleks kraniofasial (Mundiyah Mokhtar, 2002).
Salah satu tujuan perawatan ortodontik adalah bahwa pada akhir perawatan dapat tercapai oklusi, overjet, dan overbite yang optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi tercapainya tujuan ini. Salah satu diantaranya adalah keharmonisan ukuran mesiodistal gigi pada rahang atas dan rahang bawah. Ukuran gigi ini tidak akan berubah dengan adanya pertumbuhan (Budiman dkk, 1997).
Hubungan rasio anterior dengan overjet dan overbite pada perawatan ortodontik telah diteliti oleh Budiman dkk, bahwa analisis ukuran gigi dapat dipergunakan dalam menegakkan diagnosis serta membantu menyusun suatu rencana perawatan. Bila tidak ada keharmonisan ukuran gigi rahang atas dan rahang bawah, maka overjet dan overbite yang optimal menjadi sulit diperoleh. Bolton menemukan bahwa rasio anterior adalah 77,2 ± 1,65 dan nilai rasio keseluruhan adalah 91,3 ± 1,91 dengan overjet 0,74 mm (diukur dari permukaan labial gigi insisivus pertama rahang bawah ke pertemuan permukaan palato-insisal gigi insisivus rahang atas) dan overbite 31,3% (Budiman dkk, 1997)
Lebar mesiodistal gigi secara resmi pertama kali diselidiki oleh GV Black pada tahun 1902. Ia mengukur sejumlah besar gigi manusia dan membuat tabel rata-rata lebar mesiodistal, yang masih digunakan sebagai referensi sekarang ini. Studi yang paling terkenal tentang ketidak-harmonisan ukuran gigi dalam kaitannya dengan perawatan maloklusi adalah Bolton pada tahun 1958. Dia mengevaluasi 55 kasus dengan oklusi yang sangat baik. Bolton mengembangkan 2 rasio untuk memperkirakan diskrepansi ukuran gigi dengan mengukur lebar mesiodistal (MD) dari gigi anterior rahang bawah dan rahang atas (Othman dan Harradine, 2005).
Analisis Bolton digunakan untuk menghitung rasio lebar gigi anterior dan rasio lebar gigi secara keseluruhan (total). Ini dapat ditentukan dengan menjumlahkan lebar gigi rahang bawah kemudian membaginya dengan jumlah lebar gigi rahang atas dan dibandingkan dengan nilai konstanta Bolton kemudian dapat ditentukan bahwa lengkung gigi tersebut baik atau kurang baik (Bernabe dkk, 2004).
Analisis Bolton Total didapatkan dengan membagi jumlah ukuran mesiodistal gigi molar satu kanan sampai molar satu kiri rahang bawah dengan jumlah ukuran mesiodistal gigi molar satu kanan sampai molar satu kiri rahang atas. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai konstanta Bolton 91,3%. Jika rasio yang dihasilkan lebih 91,3% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang bawah akan tetapi jika rasio yang dihasilkan kurang 91,3% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang atas. Analisis Bolton Anterior didapatkan dengan menjumlahkan enam gigi anterior rahang bawah dibagi enam gigi anterior rahang atas. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai konstanta Bolton 77,2%. Jika rasio yang dihasilkan melebihi 77,2% maka diduga diskrepansi pada lengkung rahang bawah dan apabila rasio yang dihasilkan kurang 77,2% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang atas (Stifter, 1958).
Analisis Bolton dapat membantu memperkirakan overjet dan overbite yang akan diperoleh pada akhir perawatan, efek pencabutan gigi pada oklusi posterior dan relasi insisivus serta mengidentifikasi ketidak-sesuaian yang mungkin terjadi dengan ketidak-harmonisan ukuran gigi. Bila nilai rasio anterior lebih kecil daripada normal, dapat diperoleh overjet dan overbite yang besar pada tahap akhir perawatan. Demikian pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena ukuran gigi geligi rahang atas dan rahang bawah merupakan faktor mekanis pengendali overjet dan overbite (Budiman dkk, 1997).
Analisis Bolton dapat membantu memperkirakan overjet dan overbite yang akan diperoleh pada akhir perawatan, sehingga dengan menggunakan analisis Bolton dalam menyusun suatu rencana perawatan ortodontik akan sangat membantu untuk memperoleh oklusi yang ideal serta overjet dan overbite yang optimal pada akhir perawatan. Overjet dan overbite yang optimal sangat diharapkan pada akhir perawatan ortodontik. Untuk itu penulis tertarik meneliti hubungan analisis Bolton anterior dengan overjet dan overbite pada perawatan ortodontik.
I.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan analisis Bolton anterior dengan jarak gigit pada perawatan ortodontik. Dari hasil perhitungan yang diperoleh dapat dipergunakan dalam menegakkan diagnosis dan membantu menyusun suatu rencana perawatan. Untuk itu dalam perawatan ortodontik hal ini sebaiknya ikut dipertimbangkan selain perhitungan analisis lainnya. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan bagi peneliti lain untuk dikembangkan lebih lanjut.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Analisis Bolton
Informasi mengenai ukuran gigi amatlah penting dalam melakukan diagnosis dan merencanakan perawatan maloklusi. Analisis ukuran gigi pertama kali dilakukan oleh GV Black, pada tahun 1902, yaitu dengan melakukan pengukuran mesiodistal masing-masing gigi dan membuat rata-rata ukuran masing-masing gigi pada masyarakat Amerika Utara. Kemudian penelitian tersebut diulangi oleh Wheeler pada tahun 1962 (Budiman dkk, 1997). Ballard (1944) meneliti 500 model cetakan gigi rahang atas dan rahang bawah dari populasi masyarakat Amerika Utara, ia menemukan bahwa terdapat asimetri ukuran gigi antar sisi dalam satu rahang.
Adanya berbagai variasi ukuran gigi, bentuk gigi geligi, serta umur erupsi gigi pada berbagai populasi membuat beberapa peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mencari kemungkinan keterkaitan ukuran mesiodistal gigi dengan jenis kelamin dan suku bangsa. Ukuran gigi geligi dipengaruhi faktor genetik dan lingkungan, sejumlah faktor yang berperan pada perbandingan ukuran gigi permanen adalah ras, jenis kelamin, keturunan, lingkungan, perubahan seluler dan asimetris bilateral. Faktor genetik sangat kuat dengan estimasi heretabilitas untuk gambaran morfologis mahkota sebesar 90%. Namun pentingnya faktor lingkungan seperti, nutrisi, penyakit dan iklim tetap ditekankan (Hendra Chandha, 2005).
Perbedaan lebar mesiodistal gigi geligi berdasarkan jenis kelamin telah diteliti oleh Gran dkk (1964 cit Rachmini, 1990), bahwa gigi laki-laki lebih besar kira-kira 4% dari pada gigi perempuan. Beresford (1964 cit Rachmini, 1990) menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan.
Lavelle yang meneliti perbedaan lebar mesiodistal gigi berdasarkan maloklusi menyatakan bahwa lebar mesiodistal gigi permanen paling besar pada Kelas I, terkecil pada Kelas III, dan yang berada diantaranya adalah Kelas II. Arya dkk menyatakan bahwa tidak ada perbedaan lebar mesiodistal gigi dalam kategori maloklusi. Howe dkk juga menyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara lebar mesiodistal pada kelompok gigi yang berjejal dan tidak berjejal (Susilowati, 2007).
Bishara dkk (1986) mencoba melakukan perbandingan ukuran mesiodistal mahkota gigi pada masyarakat Meksiko dan Amerika Serikat, serta tidak menemukan perbedaan ukuran mahkota gigi yang cukup bermakna dari kedua kelompok populasi tersebut. Perbedaan ukuran mahkota gigi antara sisi kiri dan kanan memang ditemukan dalam jumlah yang kecil dan tidak bermakna secara klinis; sedangkan berdasarkan jenis kelamin, ukuran mahkota gigi pria lebih besar dibanding dengan wanita.
Untuk masyarakat Indonesia, Sumantri pernah meneliti ukuran gigi pada sampel suku Jawa, dan ia menyimpulkan bahwa ukuran gigi tetap sampel suku Jawa lebih besar dibandingkan dengan ukuran gigi suku bangsa Kaukasoid. Sedangkan ukuran gigi pria lebih besar dibandingkan dengan gigi wanita (Budiman dkk, 1997). Susilowati (2007) juga pernah meneliti lebar mesiodistal gigi geligi pada sampel suku Bugis-Makassar, dan disimpulkan bahwa lebar mesiodistal gigi geligi laki-laki lebih besar dari lebar mesiodistal gigi geligi pada perempuan.
Hendra Chandha (2005) juga melakukan penelitian tentang lebar mesiodistal gigi geligi pada masyarakat Indonesia suku Toraja dan suku Bugis, hasilnya yaitu ukuran gigi geligi suku Toraja lebih besar daripada suku Bugis. Hal ini berkaitan dengan pernyataan Altemus yang menyatakan bahwa setiap ras memiliki variasi ukuran gigi.
Studi yang paling terkenal tentang ketidak-harmonisan ukuran gigi dalam kaitannya dengan perawatan maloklusi adalah analisis Bolton. Bolton dikembangkan untuk memperkirakan 2 rasio diskrepansi ukuran gigi dengan mengukur jumlah lebar mesiodistal (MD) dari rahang bawah kemudian membandingkannya dengan gigi anterior rahang atas (Othman dan Harradine, 2005). Analisis Bolton yang berdasarkan rasio antara diameter mesiodistal gigi-gigi rahang bawah dan rahang atas, merupakan metode yang paling umum dan banyak digunakan untuk mendeteksi kelainan ukuran gigi antar lengkung rahang (Smith dkk, 2000).
Bolton memperkenalkan analisisnya di tahun 1958, yaitu dengan membandingkan ukuran gigi rahang bawah terhadap rahang atas, baik pada regio anterior (Rasio anterior atau Bolton6) atau regio total (Budiman dkk, 1997). Penelitian Bolton dilakukan pada orang Amerika yang berasal dari ras yang berbeda (Rachmini, 1990). Bolton meneliti 55 kasus dengan oklusi yang sangat baik. Dengan menggunakan lebar mesiodistal dari 12 gigi, ia memperoleh rasio keseluruhan 91,3 ± 1,91%, menggunakan enam gigi anterior, ia memperoleh rasio anterior 77,2 ± 1,65% (Uysal dkk, 2004)
Analisis Bolton Total didapatkan dengan membagi jumlah ukuran mesiodistal gigi molar satu kanan sampai molar satu kiri rahang bawah dengan jumlah ukuran mesiodistal gigi molar satu kanan sampai molar satu kiri rahang atas. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai konstanta Bolton 91,3%. Jika rasio yang dihasilkan lebih 91,3% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang bawah akan tetapi jika rasio yang dihasilkan kurang 91,3% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang atas. Analisis Bolton Anterior didapatkan dengan menjumlahkan enam gigi anterior rahang bawah dibagi enam gigi anterior rahang atas. Selanjutnya dibandingkan dengan nilai konstanta Bolton 77,2%. Jika rasio yang dihasilkan melebihi 77,2% maka diduga diskrepansi pada lengkung rahang bawah dan apabila rasio yang dihasilkan kurang 77,2% maka diskrepansi diduga pada lengkung rahang atas (Stifter, 1958).


Pengukuran mesiodistal gigi dilakukan pada titik kontak masing-masing gigi seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Pengukuran mesiodistal masing-masing gigi. (Bolton, 1958)
Dalam penjelasan mengenai aplikasi klinis analisis ukuran gigi, Bolton memberikan petunjuk bahwa nilai rasio anterior yang diperoleh lebih besar dari nilai rata-rata berarti ada kesalahan pada rahang bawah, sedangkan bila nilai perbandingan yang diperoleh lebih kecil dari nilai rata-rata berarti ada kesalahan pada rahang atas (Avi Laviana, 2004). Untuk memudahkan perhitungan, Bolton membuat data ukuran gigi yang dianggap seimbang, seperti pada tabel 1 (Bolton, 1958)


Tabel 1. Data ukuran gigi yang dianggap seimbang oleh Bolton (Bolton, 1958)
Analisis ukuran gigi-geligi dengan mempergunakan rasio Bolton dapat membantu memperkirakan overjet dan overbite yang diperoleh pada akhir perawatan. Bila tidak ada keharmonisan antara ukuran gigi-geligi pada rahang atas dan rahang bawah maka overjet dan overbite yang optimal menjadi sulit diperoleh (Sony Swarsonoprijo, 2004).
Bolton menyimpulkan bahwa akan sulit menghasilkan interdigitasi oklusal yang tepat atau koordinasi dari lengkung rahang dalam tahap perawatan ortodontik tanpa memperhitungkan lebar mesiodistal gigi antara rahang atas dan rahang bawah, faktor genetik juga dianggap penting dalam penentuan dimensi gigi (Basaran dkk, 2006).
II.2 Jarak Gigit

Jarak gigit atau overjet adalah jarak horizontal antara insisal gigi insisivus pertama rahang atas terhadap bidang labial gigi insisivus pertama rahang bawah (Cahyono Yudianto, 2009). Overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan antero-posterior dari lengkung gigi. Pada sebagian besar individu, ada overjet positif, misalnya sewaktu insisivus atas terletak di depan insisivus bawah pada keadaan oklusi, namun overjet juga bisa kebalikan, atau edge to-edge (Foster, 1997).

Besar overjet bergantung pada hubungan mesiodistal gigi-gigi anterior rahang atas dengan rahang bawah seperti yang ditentukan oleh Neff (1949 cit Rachmini, 1990). Menurut Steadman (1952) besar overjet terletak di antara 0 mm sampai 3,2 mm. sedangkan menurut Roth (1981 cit Rachmini, 1990) overjet idealnya 2,5 mm.


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional deskriptif, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan mengambil data dari sampel berupa model dengan tujuan untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif.
III.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan Fakultas Kedokteran Gigi Unhas (RSGMP FKG UH) bagian Ortodonsia Makassar. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2010.
III.3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah pasien yang berkunjung di RSGMP FKG UH Bagian Ortodonsia. Sampel dari penelitian ini adalah model gigi dari pasien yang berkunjung ke RSGMP FKG UH yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
- model masih utuh
- fase gigi geligi permanen
- gigi geligi lengkap dari M1 kiri sampai dengan M1 kanan
- memiliki data yang lengkap mengenai identitas pasien
Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 100 pasang model
III.4. Alat dan Bahan
Alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :
- model studi rahang
- jangka sorong
- alat tulis
III.5. Data
a. Jenis Data : Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti.
b. Pengolahan Data : Sistem komputerisasi (Metode SPSS)
c. Penyajian Data : Tabulasi
d. Analisis Data : Uji statistik dengan uji korelasi antara rasio anterior Bolton dengan jarak gigit.


III.6. Definisi Operasional Variabel
- Rasio anterior Bolton adalah perbandingan jumlah lebar mesiodistal dari 6 gigi anterior rahang bawah dibagi dengan jumlah lebar mesiodistal dari 6 gigi anterior rahang atas dikalikan 100%.
- Lebar mesiodistal adalah ukuran diameter mesiodistal terbesar dari titik kontak mesial ke titik kontak distal masing-masing gigi anterior rahang atas dan rahang bawah.
- Jarak gigit adalah jarak horizontal permukaan labial tepi insisal gigi insisivus pertama rahang bawah ke permukaan palato-insisal gigi insisivus pertama rahang atas.
III.7. Cara Penelitian
1. Model dipilih sesuai dengan kriteria sampel.
2. Pada masing-masing model dilakukan pengukuran mesiodistal gigi anterior rahang atas dan bawah, serta jarak gigit dengan menggunakan jangka sorong.
3. Dibuat perhitungan rasio anterior pada masing-masing model sesuai dengan rumus Bolton.
4. Menghitung rata-rata jarak gigit, dan rasio anterior Bolton.
5. Membandingkan nilai rasio anterior Bolton dari model dengan nilai normal menurut Bolton.
Alur penelitian

BAB IV
HASIL PENELITIAN
Data yang diperoleh dari pengukuran 100 pasang model rahang untuk penelitian ini diolah dengan menggunakan program komputer “SPSS 16.0”. Hasilnya sebagaimana tampak pada tabel dibawah ini :
Tabel 2. Nilai rasio Bolton anterior dan jarak gigit
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Bolton Anterior
100
72.7
86.8
79.256
2.9676
Jarak Gigit
100
.1
7.5
2.339
1.5294
Valid N (listwise)
100
Tabel 2 menyajikan rata-rata rasio Bolton anterior 79,256% dengan nilai minimum 72,7%; maksimum 86,8%. Nilai rata-rata jarak gigit dari 100 pasang model rahang adalah 2,339 mm; nilai minimumnya 0,1 mm dan nilai maksimumnya 7,5 mm.


Tabel 3. Perbedaan nilai rasio Bolton anterior antara laki-laki dan perempuan
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
P
Bolton Anterior
laki-laki
19
78.8947
3.51022
.877
perempuan
81
78.7778
2.80624
Tabel 3 memperlihatkan bahwa rasio anterior Bolton pada laki-laki 78,89% dan perempuan 78,78%. Perbedaan rasio Bolton anterior dimana laki-laki lebih besar daripada perempuan tidak bermakna secara statistik (p = 0,877).


Tabel 4. Perbedaan jarak gigit (overjet) antara laki-laki dan perempuan
Jenis Kelamin
N
Mean
Std. Deviation
P
Jarak Gigit
laki-laki
19
2.0000
1.59861
.852
perempuan
81
1.9259
1.53930
Tabel 4 menunjukkan adanya perbedaan rata-rata jarak gigit antara laki-laki (2,00 mm) dengan perempuan (1,92 mm) tidak bermakna secara statistik, dimana rata-rata jarak gigit laki-laki lebih besar daripada perempuan (p=0,852)
Tabel 5. Korelasi antara nilai rasio Bolton anterior dengan jarak gigit gigi insisivus sentralis
Bolton Anterior
Overjet
Bolton Anterior
Pearson Correlation
1
-.300**
Sig. (2-tailed)
.002
N
100
100
Overjet
Pearson Correlation
-.300**
1
Sig. (2-tailed)
.002
N
100
100


**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Tabel 5 menyajikan hasil analisis dengan uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan antara rasio Bolton anterior dengan jarak gigit gigi insisivus sentralis menunjukkan ada hubungan yang bermakna (p<0,05) antara jarak gigit gigi insisivus sentralis dengan rasio anterior Bolton (p=0,002), hubungan kedua variabel cukup kuat.


Tabel 6. Perbedaan lebar mesiodistal gigi geligi antara laki-laki dan perempuan

Tabel 6 memperlihatkan bahwa ukuran rata-rata lebar mesiodistal gigi 2 , 1 , 2 , 1 , dan 2 pada laki-laki lebih besar daripada perempuan namun secara statistik tidak bermakna. Adapun rata-rata lebar mesiodistal gigi laki-laki yang lebih besar dan bermakna daripada gigi perempuan adalah 1 , 3 , 1 , 2 , 3 , 3 , dan 3 . Namun secara keseluruhan rata-rata lebar mesiodistal 6 gigi anterior rahang atas maupun rahang bawah pada laki-laki lebih besar dari rata-ratanya perempuan (p = 0,001).


BAB V
PEMBAHASAN
Pengukuran masing-masing lebar mesiodistal dari model yang diperoleh dengan cetakan alginat lebih akurat daripada pengukuran langsung secara intra oral. Keterbatasan bukaan mulut dianggap mempersulit dilakukannya pengukuran secara intra oral (Hunter dan Priest, 1960).
Pada tabel 2 terlihat nilai rata-rata rasio anterior Bolton yang diperoleh dari penelitian yaitu 79.256, nilai ini lebih besar daripada nilai konstanta Bolton anterior (77,2%). Ini menjelaskan bahwa sampel yang diteliti rata-rata mengalami diskrepansi pada rahang bawahnya. Hal tersebut disebabkan karena sampel yang diteliti memiliki oklusi yang bervariasi, berbeda dengan sampel yang diteliti Bolton (1958) yaitu 55 sampel dengan oklusi yang sangat baik. Rata-rata overjet atau jarak gigit yang diperoleh dari penelitian ini yaitu 2,339 mm, nilai ini termasuk normal menurut Djokosalamoen (1983 cit Budiman, 1997) yang membuat kriteria overjet normal 2-3 mm, sedangkan menurut Steadman (1952) besar overjet terletak di antara 0 mm sampai 3,2 mm. Lain halnya dengan Roth (1981 cit Rachmini, 1990) menurutnya overjet yang ideal adalah 2,5 mm. Foster (1997) mengatakan bahwa overjet tergantung pada inklinasi dari gigi-gigi insisivus dan hubungan antero-posterior dari lengkung gigi. Overjet yang tidak normal dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti kebiasaan buruk mengisap jempol selama bertahun-tahun dimasa pertumbuhan seorang anak dapat menyebabkan peningkatan jarak gigit atau overjet (Overbite Info, 2010).
Rasio anterior Bolton pada laki-laki (78,89%) lebih besar daripada perempuan (78,78%) namun tidak bermakna secara statistik. Nilai rasio anterior Bolton pada laki-laki dan perempuan lebih besar dari konstanta Bolton anterior (77,2%), artinya dikrepansi yang terjadi disebabkan oleh rahang bawah. Hal yang sama juga ditemukan oleh Uysal dkk (2004) pada orang Turki, dimana perbedaan yang signifikan hanya pada rasio Bolton total pada oklusi normal berdasarkan jenis kelamin. Nourallah dkk (2004) juga menemukan perbedaan rasio anterior Bolton yang tidak signifikan antara laki-laki dan perempuan pada masyarakat Suriah. Bolton yakin bahwa rasio total yang diperoleh mewakili rasio ideal yang dapat digunakan pada setiap jenis oklusi. Oklusi yang berlainan dengan rasio ideal ini berarti memiliki kelainan ukuran (diskrepansi) gigi pada satu atau kedua lengkung rahang (Susilowati, 2007).
Jarak gigit rata-rata diperoleh 2,00 mm pada laki-laki dan 1,93 mm pada perempuan, tetapi perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (tabel 4). Hal yang sama juga ditemukan oleh Shivakumar (2009) pada orang India. Besar kecilnya jarak gigit bisa disebabkan oleh faktor skeletal, dental atau kombinasi keduanya (Zupancic dkk, 2008). Nguyen dkk (1999) mengatakan bahwa jarak gigit dapat mempengaruhi resiko cedera pada gigi anterior yang cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jarak gigit.
Pada tabel 5 memperlihatkan bahwa secara statistik terdapat hubungan yang signifikan dan cukup kuat antara rasio anterior Bolton dengan jarak gigit gigi insisivus sentralis (p<0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian dari Budiman (1997), yang menyimpulkan bahwa bila rasio anteror Bolton lebih kecil daripada nilai normal maka dapat diperoleh overjet yang besar pada tahap akhir perawatan. Akylacin dkk (2005) juga mengatakan bahwa jika terjadi kelebihan ukuran gigi pada rahang atas dapat mengakibatkan peningkatan jarak gigit sedangkan kelebihan ukuran gigi anterior dapat mengakibatkan pergeseran garis tengah. Freire dkk (2007) mengujikan variabel-variabel yang dianggapnya berkaitan yaitu rasio anterior Bolton, overjet, overbite, kurva Spee, serta sudut yang dibentuk antara gigi insisivus rahang atas dengan gigi insisivus rahang bawah. Kelima variabel tersebut dianggapnya saling mempengaruhi, namun inklinasi gigi insisivus dan kurva Spee dibuktikan memiliki korelasi yang lemah.
Pada tabel 6 terlihat bahwa ada perbedaan yang bermakna secara statistik antara rata-rata lebar mesiodistal 6 gigi anterior pada laki-laki dan perempuan (p=0,001). Hal yang sama juga didapatkan oleh Araujo (2003) dan Santoro dkk (2000) bahwa gigi laki-laki lebih besar daripada gigi perempuan. Walaupun rerata lebar mesiodistal berbeda, tetapi tidak selalu menghasilkan rasio yang berbeda pula, karena tergantung dari pembilang dan penyebutnya. Penelitian mengenai lebar mesiodistal gigi geligi pada suku Toraja dan Bugis pernah dilakukan oleh Sony Swarsonoprijo (2004), Hendra Chandha (2005) dan Susilowati (2007). Hasilnya memperlihatkan bahwa ukuran lebar mesiodistal gigi pria Toraja lebih besar daripada gigi wanitanya. Pada suku Bugis, lebar mesiodistal gigi laki-laki lebih besar daripada lebar mesiodistal gigi perempuan. Suku Toraja memiliki ukuran gigi geligi yang lebih besar dari suku Bugis. Ukuran gigi geligi dipangaruhi oleh berbagai faktor seperti ras, genetik dan lingkungan.


BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. KESIMPULAN
1. Nilai rata-rata rasio anterior Bolton yang diperoleh dari penelitian ini adalah 79,26 %.
2. Nilai rata-rata jarak gigit yang diperoleh dari penelitian ini adalah 2,34 mm.
3. Rasio anterior Bolton pada laki-laki secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dengan rasio anterior Bolton pada perempuan (p = 0,877).
4. Jarak gigit pada laki-laki secara statistik menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan dengan jarak gigit pada perempuan (p = 0,852)
5. Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara rasio anterior Bolton dengan jarak gigit gigi insisivus sentralis (p = 0,002) .
6. Lebar mesiodistal gigi geligi laki-laki lebih besar dibanding lebar mesiodistal gigi geligi perempuan yang mana perbedaan ini bermakna secara statistik (p = 0,001).


VI.2. SARAN
1. Hendaknya penelitian berikutnya dilakukan pengelompokan berdasarkan umur dan populasi, bukan hanya jenis kelamin saja.
2. Penggunaan analisis Bolton dalam menentukan rencana perawatan ortodontik sebaiknya didukung oleh metode analisis yang lain, misalnya Howes, Pont dan Kesling.


DAFTAR PUSTAKA
Akyalcin, S., Doan, S., Dincer, B., Erdinc, A., & Onca, G. 2005. Bolton Tooth Size Discrepancies in Skeletal Class I Individuals Presenting with Different Dental Angle Classifications. Angle Orthod. Vol. 76 (4): 637-643.
Araujo, E. & Souki, M. 2003. Bolton Anterior Tooth Size Discrepancies Among Different Malocclusion Groups. Angle Orthod. Vol. 73 (3): 307-313.
Avi Laviana. 2004. Analisis Model Studi, Sumber Informasi Penting bagi Diagnosis Ortodonti. Bag. Orthodonti FKG Universitas Padjadjaran. pp. 1-18.
Ballard, M.L. 1944. Asymmetry in Tooth Size: A Factor in the Etiology, Diagnosis and Treatment of Malocclusion. Angle Orthod. Vol. 14 (3-4): 67-70.
Basaran, G., Selek, M., Hamamci, O., & Akkus, Z. 2005. Intermaxillary Bolton Tooth Size Discrepancies Among Different Malocclusion Groups. Angle Orthod, Vol. 76 (1): 26-30.
Bernabe, E., Villanueva, K.M., & Flores-mirr, C. 2004. Tooth Width Ratios in Crowded an Noncrowded Dentitions. Angle Orthod. Vol. 74 (6): 765-768.
Bishara, S.E., Garcia, A.F., Jakobsen, J.R., & Fahl, J.A. 1986. Mesiodistal Crown Dimensions in Mexico and the United States. Angle Orthod. Vol. 56 (4): 315-323.
Bolton, W.A. 1958. Disharmony in Tooth Size and its Relation to the Analysis and Treatment of Malocclusion. Angle Orthod. Vol. 28 (3): 113-130.
Budiman, J.A., Yashadana, E.D.D., Sadoso, S.D., dan Masbirin. 1997. Hubungan Rasio Anterior dengan Overjet dan Overbite pada Perawatan Orthodontik. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Vol. 4 (3): 19-43.
Cahyono Yudianto. 2009. Oklusi. From: http://cahyonoyudianto.blogspot.com/2009/11/oklusi.html. Diakses tanggal 13 Maret 2010.
Freire, S.M., Nishio, C., Mendes, A.M., Quintao, C.C.A., & Almeida, M.A. 2007. Relationship between Dental Size and Normal Occlusion in Brazilian Patients. Braz. Dent. J. Vol. 18 (3): 253-257.
Hendra, C. 2005. Analisis Hubungan Bentuk dan Ukuran Gigi Geligi, Bentuk dan Ukuran Lengkung Gigi Geligi Terhadap Terjadinya Impaksi Gigi Molar Tiga Rahang Bawah (Studi Epidemiologi pada Suku Bugis dan Suku Toraja). Disertasi. Universitas Hasanuddin: Makassar. pp. 35-37.
Hunter, W.S., & Priest, W.R. 1960. Errors and Discrepancies in Measurements of Tooth Size. J Dent Res. Vol. 39 (2): 405-414.
Lilian Yuwono (transl.) 1997. Buku Ajar Ortodonsi. Ed 3. Dari Foster, T.D.: A Texbook of Orthodontics. EGC: Jakarta. p. 30.
Mundiyah, M. 2002. Dasar-Dasar Ortodonti Pertumbuhan dan Perkembangan Kraniodentofasial. Bina Insani Pustaka: Medan. pp. 2-18.
Nguyen, Q.V., Bezemer, P.D., Habets, L., & Prahl-Andersen, B. 1999. A Systematic review of the Relationship between Overjet Size and Traumatic Dental Injuries. European Orthodontic Society. Vol. 21(5): 503-515.
Nourallah, A.W., Splieth, C.H., Schwahn, C., & Khurdaji, M. 2004. Standardizing Interarch Tooth Size Harmony in a Syrian Population. Angle Orthod. Vol. 75 (6): 996-999.
Othman, S.A. & Harradine, N.W.T. 2005. Tooth Size Discrepancy and Bolton’s Ratios: a literature review. Journal of Orthodontics. Vol. 33 (1): 45-51.
Overbite Info. 2010. Overjet. From: http://www.overbite.info/articles/18481/Overjet. Diakses tanggal 13 Maret 2010.
Rachmini, S.L.S. 1990. Validitas Ratio Ukuran Mesiodistal antara Gigi-Gigi Rahang Bawah dan Rahang Atas menurut Bolton. Thesis. Ladokgi TNI AL: Jakarta. pp. 13-16.
Santoro, M., Ayoub, M.E., Pardi, V.A., & Cangialosi, T.J. 2000. Mesiodistal Crown Dimensions and Tooth Size Discrepancy of the Permanent Dentition of Dominican Americans. Angle Orthod. Vol. 70 (4): 303-307.
Shivakumar, K.M., Chandu, G.N., Reddy V.V.S., & Shafiulla, M.D. 2009. Prevalence of Malocclusion and Orthodontic Treatment Needs Among Middle and High School Children of Davangere City, India by Using Dental Aesthetic Index. J Indian Soc Pedod Prev Dent. Vol 27 (4): 211-218.
Smith, S.S., Buschang, P.H., & Watanabe, E. 2000. Interarch Tooth Size Relationships of 3 Populations: “Does Bolton’s Analysis Apply?”. Am J Orthod Dentofacial Orthop. Vol. 117 (2): 169-174.
Sony Swasonoprijo. 2004. Analisis Ukuran Kepala, Wajah dan Hidung dalam Hubungannya dengan Lebar Mesiodistal Gigi (Studi Antropometri pada Etnis Bugis dan Toraja). Disertasi. Universitas Hasanuddin: Makassar. pp. 67-68.
Steadman, S.R. 1952. The Relation of Upper Anterior Teeth to Lower Anterior Teeth as Present on Plaster Models of a Group of Acceptable Occlusions. Angle Orthod. Vol. 22 (2): 91-97.
Stifter, J. 1958. A Study of Pont’s, Howes’, Rees’, Neff’s and Bolton’s Analyses on Class I Adult Dentitions. Angle Orthod. Vol. 28 (4): 215-225.
Susilowati. 2007. Korelasi antara Lebar Mesiodistal Gigi dengan Kecembungan Profil Jaringan Lunak Wajah Orang Bugis Makassar. Dentofasial. Vol. 6 (2): 72-77.
Susilowati. 2007. Rasio Lebar Mesiodistal Gigi Bolton pada Geligi Berjejal dan Geligi Normal. Dentofasial. Vol. 6 (1): 36-41.
Uysal, T., Sari, Z., Basciftci, F.A., & Memili, B. 2004. Intermaxillary Tooth Size Discrepancy and Malocclusion: Is There a Relation?. Angle Orthod. Vol. 75 (2): 208-213.
Zupancic, S., Pohar, M., Farcnik, F., & Ovsenik, M. 2008. Overjet as a Predictor of Sagittal Skeletal Relationships. European J. of Orthod. Vol. 30: 269-273.






Download File: skripsiku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar